Ingat orang musyrik itu najis, apa maksudnya?
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ إِنْ شَاءَ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 28)
Masjidil Haram di sini adalah semua (tanah) haram. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Maksud Masjidil Haram di sini adalah semua (tanah) haram. Maka orang musyrik tidak mungkin memasuki seluruh tanah haram. Hingga walaupun dia (datang) membawa surat atau urusan penting, tetap tidak diperbolehkan memasukinya. Justru pihak yang berkepentingan dengannya agar keluar (dari tanah haram) menemuinya. Kalau dia masuk secara sembunyi-sembunyi kemudian sakit dan mati (lalu dikubur), maka kuburnya digali dan dikeluarkan dari tanah haram.” (Syarh Shahih Muslim, 9: 116)
Faedah dari ayat di atas:
1- Orang musyrik adalah orang yang berbuat syirik pada Allah, yaitu menyembah bersama Allah sesembahan yang lain, alias Allah itu diduakan dalam ibadah.
2- Orang musyrik itu najis dari sisi akidah dan amalnya. Tentu saja keyakinan mereka yang menyekutukan Allah dengan selain-Nya dianggap lebih jelek (lebih najis) karena mereka telah menjadikan bersama Allah sesembahan lain untuk diharapkan manfaat dan untuk diharapkan bisa menolak mudarat. Padahal selain Allah tidak bisa berbuat apa-apa.
3- Masjidil Haram mesti bersih dari orang-orang musyrik. Yang dimaksud Masjidil Haram menurut sebagian ulama dari ayat ini adalah seluruh tanah haram.
4- Sejak tahun 9 Hijriyah, Masjidil Haram tidaklah boleh dimasuki oleh orang musyrik dan tidak boleh melakukan thawaf keliling Ka’bah dalam keadaan telanjang.
5- Syaikh As-Sa’di rahimahullah menyatakan, “Orang musyrik itu najis bukanlah berarti najis badan. Orang kafir itu seperti lainnya, badannya masih dianggap suci. Dalilnya, Allah Ta’ala saja masih membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita ahli kitab dan menggaulinya. Dan tidak memerintahkan untuk membersihkan badan wanita itu lebih dahulu. Para sahabat pun tidak pernah menganggap badan non-muslim itu najis. Yang dimaksud dengan najis di sini adalah najis maknawi. Perbuatan syirik yang mereka lakukan, itu yang dianggap najis. Karena iman dan tauhid itu suci, sedangkan syirik itu najis.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 344)
6- Kalau non-muslim tidak bisa lagi masuk Masjidil Haram (yaitu semua tanah haram), orang muslim tidak perlu khawatir dalam hal rezeki karena khawatir omset bisnisnya jadi turun. Syaikh As-Sa’di menjelaskan tentang ayat ini, “Ingatlah pintu rezeki bukan terbatas hanya satu. Bahkan jika satu pintu rezeki tertutup akan terbuka lagi pintu rezeki yang lain karena karunia Allah itu begitu luas. Terkhusus bagi siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah yang akan mengganti dengan karunia yang lebih baik.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 344)
7- Dalam ayat, ghina (kaya atau kecukupan) dikaitkan dengan masyiah (kehendak Allah) menunjukkan bahwasanya kaya di dunia bukanlah melazimkan iman, artinya makin kaya berarti makin beriman dan dicintai Allah. Karena kekayaan itu Allah beri pada orang yang Allah cinta, juga pada yang tidak Allah cinta. Sedangkan iman hanya diberikan pada mereka yang Allah cinta.
Semoga kajian ayat ini bermanfaat.
Referensi:
Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
—
Disusun @ DS, Panggang, GK, Ahad pagi, 16 Ramadhan 1438 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com